
Headline24jam.com – Nepal kembali menjadi perhatian dunia setelah gelombang protes besar, yang dikenal sebagai "Revolusi Gen Z", menewaskan setidaknya 22 orang dan ratusan lainnya terluka. Aksi demonstrasi ini dipicu oleh keputusan pemerintah yang melarang 26 platform media sosial, termasuk WhatsApp, Instagram, dan Facebook, berujung pada pengunduran diri Perdana Menteri KP Sharma Oli dan Presiden Ram Chandra Paudel.
Sejarah Singkat Nepal
Nepal memiliki sejarah panjang sebagai kerajaan Himalaya yang bertransformasi menjadi republik federal demokratis. Awal mula negara modern ini dimulai pada abad ke-18 ketika kerajaan Gorkha, di bawah kepemimpinan Prithvi Narayan Shah, berhasil menyatukan kerajaan kecil di kawasan Himalaya. Pada tahun 1769, ia menaklukkan Lembah Kathmandu dan memindahkan pusat kekuasaan ke daerah tersebut, meletakkan dasar bagi Nepal yang terpusat.
Namun, usaha ekspansi kerajaan tidak berjalan mulus. Perang melawan Tibet, Tiongkok, kerajaan Sikh Punjab, dan Inggris India mengakibatkan wilayah Nepal stabil pada batas yang hampir sama dengan kondisi saat ini.
Dinasti dan Pemerintahan Nepal
Sejak abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-20, Nepal diperintah oleh Dinasti Shah. Namun, kekuasaan sering dipengaruhi oleh keluarga bangsawan, terutama keluarga Rana, yang mendominasi politik selama hampir satu abad (1846–1951). Dalam periode ini, Perdana Menteri dari keluarga Rana memegang kendali penuh, sementara raja hanya berperan simbolis.
Situasi berubah pada tahun 1951 ketika Raja Tribhuvan, dengan dukungan India, berhasil menggulingkan dominasi Rana. Hal ini membuka jalan bagi pembentukan sistem politik baru yang memberi ruang bagi partai politik, terutama Nepali Congress yang terinspirasi dari gerakan nasionalis India.
Konflik dan Transisi Menuju Republik
Nepal mengalami perang saudara pada tahun 1996 ketika Partai Komunis Nepal (Maois) melancarkan “perang rakyat” untuk menggulingkan monarki dan membentuk republik. Konflik ini berlangsung selama 10 tahun, merenggut lebih dari 16 ribu nyawa. Puncaknya terjadi pada tahun 2001 dengan tragedi pembantaian keluarga kerajaan yang mengguncang negara.
Setelah berbagai upaya damai, Nepal secara resmi menghapus sistem monarki pada tahun 2008 dan menyatakan dirinya sebagai Republik Federal Demokratik Sekuler.
Tantangan Politik Pasca-Reformasi
Pemilu pertama pada tahun 2008 dimenangkan oleh Partai Komunis Nepal (Maois), menandai dominasi partai berhaluan kiri seperti CPN-UML dan Maoist Centre. Namun, dominasi tersebut tidak membawa Nepal menjadi negara komunis, karena para pemimpin Maois menyatakan dukungan terhadap sistem demokrasi multipartai dan ekonomi pasar dengan orientasi sosialisme.
Meskipun konstitusi baru disahkan pada tahun 2015, transisi demokrasi menghadapi berbagai tantangan. Pergantian perdana menteri yang kerap terjadi akibat koalisi yang rapuh berkontribusi terhadap ketegangan sosial dan politik.
Kerusuhan Terbaru dan Masa Depan Nepal
Protes terbaru berkaitan dengan pelarangan media sosial menunjukkan betapa rapuhnya stabilitas politik di Nepal. Generasi muda yang menjadi penggerak protes menolak pembatasan kebebasan berekspresi dan mengungkapkan ketidakpuasan terhadap korupsi serta ketidakadilan pemerintah.
Dengan populasi lebih dari 31 juta jiwa, Nepal kini harus menghadapi tantangan besar untuk memperkuat demokrasi dan menjaga stabilitas di tengah perpecahan politik. Masa depan Nepal akan sangat bergantung pada kemampuan elit politik dan rakyatnya dalam menemukan solusi damai.