Headline24jam.com – Polemik mengenai laporan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap CEO Malaka Project, Ferry Irwandi, telah mencapai titik akhir. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa pelaporan kasus pencemaran nama baik hanya dapat dilakukan oleh individu, bukan institusi, termasuk militer.
Keputusan Mahkamah Konstitusi
Keputusan tersebut mengklarifikasi bahwa prosedur hukum tidak dapat diambil oleh lembaga seperti TNI. Menanggapi hal ini, Anggota Komisi I DPR RI, Junico Siahaan, menegaskan pentingnya penegakan hukum yang proporsional dalam menghadapi kritik di ruang digital.
Penegakan Hukum yang Proporsional
Siahaan mengingatkan bahwa penegakan hukum seharusnya tidak dilakukan secara reaktif. Ia menyebutkan bahwa masih banyak kasus lain yang lebih mendesak, seperti hoaks dan ujaran kebencian. “Kasus hoaks, ujaran kebencian berbasis SARA, dan pelanggaran privasi digital jauh lebih urgen untuk ditangani,” ungkapnya.
Kebebasan Bereksresi
Junico Siahaan juga menekankan pentingnya menjamin kebebasan berekspresi sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Lembaga negara, termasuk TNI, seharusnya menunjukkan contoh yang baik ketika menghadapi kritik. Ia menambahkan, ruang digital merupakan ruang publik yang tidak bisa dihapuskan dari pandangan berbeda.
Pendekatan Mediasi
Komisi I DPR mendorong penggunaan UU ITE secara bijak, menekankan bahwa solusi mediasi lebih tepat untuk menyelesaikan kritik di ruang publik dibandingkan jalur pidana. “Kami tidak dalam posisi membenarkan pelanggaran hukum, tetapi mendorong proporsionalitas. Kritik yang wajar sebaiknya tidak dipidana,” tegasnya.
Komitmen Terhadap Kebebasan Berpendapat
Siahaan menyatakan komitmen Komisi I untuk menjaga kebebasan berekspresi dan menciptakan ruang digital yang sehat dan adil. Proses hukum, menurutnya, seharusnya menjadi jaminan rasa aman dan keadilan bagi seluruh warga negara.
Sorotan Terhadap Ferry Irwandi
Sebagai informasi, Ferry Irwandi sebelumnya menjadi sorotan setelah menyampaikan "17+8 Tuntutan Rakyat" dalam unjuk rasa yang berlangsung dari 25 hingga 31 Agustus lalu. Setelah berkonsultasi, Polda Metro Jaya juga menegaskan bahwa TNI tidak dapat melaporkan dugaan pencemaran nama baik tersebut akibat keputusan MK.
(*)