
Headline24jam.com – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa perbaikan transportasi massal di Kota Bandung tidak dapat mengikuti pola kota-kota besar. Hal ini disampaikan dalam laporan pada Jumat (26/9/2025), yang mengungkapkan tantangan unik yang dihadapi Kota Bandung.
Tantangan Ruang Jalan di Bandung
Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa luas jalan di Bandung lebih sempit dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Banyaknya pohon besar di sepanjang ruas jalan juga menjadi faktor yang menghalangi adopsi pola transportasi massal yang umum di kota besar. “Jalan di Kota Bandung kan sempit, lalu banyak pohon juga. Jadi tidak bisa pakai pola seperti di kota-kota besar,” ujarnya.
Menjaga Warisan Budaya dan Sejarah
Gubernur Dedi menyatakan keprihatinan tentang dampak dari pembenahan transportasi massal yang bisa merusak tatanan dan nilai sejarah Kota Bandung. Kerusakan pada kawasan Pasteur sudah terlihat dengan hadirnya Jembatan Layang Dr. Mochtar Kusumaatmadja. Meskipun jembatan ini dibangun untuk mengurai kemacetan, banyak yang merasa nilai sejarah kawasan tersebut hilang.
“Transportasi massal menghancurkan tata Kota Bandung, jangan sampai. Dulu kita punya Pasteur, lalu ada Pasupati, nilai Pasteur jadi hilang,” tegasnya.
Pentingnya Ruang Hijau dan Bangunan Heritage
Dedi menginginkan Kota Bandung tetap memiliki banyak pohon, bangunan heritage, dan taman. Ia percaya bahwa penyediaan transportasi massal yang efisien tidak harus merugikan aspek-aspek yang telah ada. “Harus mempertahankan taman, bangunan heritage, dan pohon. Tapi transportasi massalnya, bisa Pemkot kelola dengan baik,” tambahnya.
Bandung di Peringkat Kemacetan
Sebagai catatan, Kota Bandung menempati posisi pertama sebagai kota termacet di Indonesia menurut TomTom Traffic Index 2024. Secara global, Bandung berada di urutan ke-15 dengan rata-rata waktu tempuh 32 menit 37 detik untuk setiap 10 kilometer.
(Reza/R7/HR-Online/Editor-Ndu)