Headline24jam.com – Apple tampaknya tidak akan segera menghentikan usaha Google dalam mengembangkan solusi berbagi file Quick Share agar kompatibel dengan AirDrop. Meskipun Google melakukan reverse engineering terhadap teknologi milik Apple tanpa kolaborasi resmi, hubungan bisnis strategis antara kedua raksasa teknologi ini menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan.
The Verge melaporkan bahwa Google berhasil merekayasa balik AirDrop untuk menciptakan cara transfer file yang mulus antara perangkat Pixel 10 dan iPhone serta iPad. Google menegaskan bahwa mereka tidak berkolaborasi dengan Apple dalam pengembangan fitur ini, dan tidak memberikan komentar lebih lanjut mengenai respons yang mereka harapkan dari Apple.
Meski menggunakan standar terbuka seperti Bluetooth dan Wi-Fi Direct, teknologi inti AirDrop tetap merupakan hak milik Apple. Google mengembangkan metode ini secara independen sebagai bagian dari evolusi fitur berbagi file Android yang sebelumnya dikenal dengan nama Nearby Share.
Keamanan menjadi fokus utama dalam pengembangan workaround ini. Google menerapkan bahasa pemrograman Rust yang dikenal “memory-safe” dan menerapkan aturan kepemilikan ketat saat kompilasi untuk memastikan keamanan data. Perusahaan juga melaksanakan penilaian ancaman, tinjauan privasi, serta pengujian penetrasi untuk memastikan fitur berbagi file ini aman digunakan.
Namun, keberlangsungan workaround tersebut sepenuhnya bergantung pada keputusan Apple, karena perusahaan berbasis Cupertino ini memiliki kemampuan untuk menutup akses yang digunakan Google kapan saja.
Sinergi Strategis antara Apple dan Google
Salah satu alasan utama mengapa Apple belum menghentikan pengembangan ini adalah hubungan bisnis strategis yang terjalin dengan Google. Dilaporkan, Apple berencana menggunakan model AI Gemini yang disesuaikan untuk memperbarui Siri yang berbasis cloud. Model ini berisi 1,2 triliun parameter, jauh lebih banyak dari model AI 1,5 miliar parameter yang saat ini digunakan.
Lebih dari itu, Apple juga akan membayar Google sekitar $1 miliar per tahun untuk menggunakan teknologi AI milik Google. Ini menjadi tambahan dalam hubungan transaksional yang sudah ada, di mana Google membayar Apple sekitar $20 miliar setiap tahunnya untuk hak mesin pencari default.
Sinergi antara kedua perusahaan ini bisa jadi yang membuat Apple berpikir dua kali sebelum mengakhiri fungsi AirDrop yang telah direkayasa oleh Google. Terlebih, Apple saat ini mungkin memerlukan dukungan Google lebih dari sebelumnya, terutama dalam persaingan di bidang AI.
Tantangan Regulasi dan Antitrust
Pertimbangan lain yang mempengaruhi keputusan Apple adalah meningkatnya tekanan regulasi dan antitrust di berbagai wilayah. Apple telah dipaksa untuk membuka ekosistemnya yang selama ini menjadi keunggulan kompetitif.
Di Amerika Serikat, Apple baru-baru ini mendapatkan keputusan dari pengadilan yang mengharuskan mereka memberikan akses ke metode pembayaran eksternal. Meskipun Apple mematuhi putusan tersebut, mereka tetap ingin menerapkan komisi, yang memicu peringatan dari hakim untuk menghentikan praktik tersebut.
Sementara di Uni Eropa, Apple telah ditetapkan sebagai “gatekeeper” di bawah Digital Market Act. Penetapan ini menandakan bahwa ada dominasi pasar yang cukup besar untuk memblokir persaingan. UE pun telah memaksa Apple untuk menyediakan akses ke toko aplikasi pihak ketiga.
Situasi tersebut berpotensi menciptakan preseden hukum yang bisa mendorong konsumen di pasar lain untuk menuntut hak serupa. Dengan kondisi ini, Apple kemungkinan akan berpikir ulang untuk menghentikan workaround AirDrop oleh Google, menunjukkan bahwa kompatibilitas lintas platform untuk transfer file akan bertahan setidaknya untuk waktu yang tidak ditentukan.
Perkembangan ini selaras dengan tren ekspansi Quick Share ke platform lain yang tengah dipersiapkan oleh Google. Selain itu, Google tampaknya telah mengantisipasi kekhawatiran terkait keamanan yang sebelumnya dialami oleh AirDrop dengan menerapkan layer keamanan yang lebih baik.
Kemampuan untuk melakukan transfer file antar ekosistem yang berbeda ini memberikan keuntungan bagi pengguna yang selama ini terhalang batasan dari masing-masing platform. Hal ini menunjukkan pergerakan menuju interoperabilitas yang lebih baik dalam kompetisi di dunia mobile.