Headline24jam.com – Pfizer baru saja mengumumkan hasil klinis yang menggembirakan untuk vaksin flu baru berbasis mRNA. Dalam uji coba yang melibatkan lebih dari 18.000 peserta, vaksin tersebut terbukti 34,5 persen lebih efektif dalam mencegah infeksi influenza A dibandingkan dengan vaksin inactivated yang saat ini beredar. Meski ada laporan tentang efek samping yang lebih banyak, kejadian serius tetap jarang terjadi.
Apa Itu Vaksin mRNA?
Vaksin mRNA menarik perhatian masyarakat luas selama pandemi COVID-19. Menurut data, vaksin-vaksin ini dapat dikembangkan dengan cepat karena teknologi ini telah diteliti selama bertahun-tahun sebelumnya. Teknologi ini juga telah dianugerahi Hadiah Nobel.
mRNA atau messenger RNA berfungsi sebagai instruksi bagi sel untuk memproduksi protein tertentu. Vaksin ini menyuntikkan mRNA yang mengarahkan sel untuk memproduksi protein virus, sehingga memberikan pelatihan bagi sistem imun kita untuk mengenali dan melawan virus tersebut tanpa harus terinfeksi.
Perbedaan Vaksin Flu Baru
Vaksin flu yang sedang diuji ini dikenal sebagai vaksin “modRNA”. Menurut Prof. Paul Griffin dari University of Queensland School of Medicine, modRNA mengganti beberapa komponen mRNA dengan nukleosida yang dimodifikasi secara alami, meningkatkan efisiensinya. Ini berbeda dengan vaksin flu tradisional yang bersifat inactivated, di mana virus yang digunakan telah dimatikan.
Sementara itu, beberapa negara juga menawarkan vaksin spray hidung yang menggunakan virus yang dilemahkan untuk memicu respons imun di saluran pernapasan.
Hasil Uji Coba yang Patut Diperhatikan
Uji coba fase 3 yang dilakukan secara global menunjukkan bahwa vaksin ini lebih efektif dalam mendorong respons imun, terutama terhadap virus H1N1 dan H3N2, dua strain influenza A yang sering menyebabkan wabah serius. Menurut Associate Prof. Vinod Balasubramaniam, “mRNA vaccine menunjukkan efektivitas relatif 34,5 persen lebih tinggi dalam mencegah flu yang dikonfirmasi di laboratorium.”
Namun, vaksin ini juga lebih mungkin menyebabkan efek samping seperti demam, meskipun efek samping serius tetap jarang. Sebagian respons imun terhadap influenza B dinilai lebih lemah, dan uji coba ini tidak melibatkan peserta berusia di atas 65 tahun, kelompok yang paling rentan terhadap komplikasi serius.
Tantangan di Depan dan Kesimpulan
Meskipun ada kemajuan yang menjanjikan, tidak ada vaksin yang 100 persen efektif, terutama untuk influenza. Para ilmuwan masih menghadapi tantangan dalam memprediksi strain yang akan beredar setiap musim. Seiring dengan kedatangan strain baru, penelitian dan pengembangan vaksin diharapkan terus berlanjut demi meningkatkan efektivitas dalam melawan influenza.
Uji coba ini diterbitkan dalam New England Journal of Medicine, sedangkan studi mengenai kesalahpahaman tentang vaksin mRNA baru-baru ini diterbitkan dalam PNAS. Data ini menunjukkan potensi masa depan vaksin flu yang lebih baik, yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan kesehatan masyarakat saat ini.