Headline24jam.com – Jepang menerapkan pekan kerja empat hari untuk mengurangi fenomena “death by overwork” atau kematian akibat kerja berlebih. Namun, Perdana Menteri Sanae Takaichi justru menggelar rapat pada pukul 3 dini hari, sebuah ironi dalam konteks tersebut.
Upaya Mengurangi Budaya Kerja Ekstrem
Di tengah masalah yang berkepanjangan terkait budaya kerja ekstrem, Takaichi berusaha menyeimbangkan perubahan dengan mendorong sistem kerja yang lebih fleksibel. Langkah ini diambil untuk menekan tingkat kematian akibat tekanan kerja yang dikenal dengan istilah “karoshi”.
Tantangan Kelahiran dan Kesehatan Mental
Dengan menurunnya tingkat kelahiran dan meningkatnya angka burnout, banyak pihak berpendapat bahwa perubahan ini bukan hanya sekadar inovasi, tetapi juga kebutuhan untuk menjaga keberlangsungan ekonomi Jepang.
Konsekuensi dari Waktu Kerja yang Tidak Seimbang
Meskipun Takaichi mengakui bahwa awal rapat yang terlalu pagi menyebabkan ketidaknyamanan bagi staf, ia tetap membela keputusannya untuk menjawab pertanyaan anggota parlemen. “Saya akan bekerja, bekerja, bekerja, dan bekerja,” ujarnya, mengabaikan pentingnya keseimbangan kerja dan kehidupan.
Kebiasaan Tidur Takaichi
Kini, Takaichi dikenal dengan pola kerja yang ekstrem, tidur sekitar dua jam setiap malam. Ia mengakui bahwa cara hidup ini mungkin negatif bagi kesehatan, terutama kondisi kulitnya.
Dukungan terhadap Kebijakan Kesehatan Pekerja
Meski tampil sebagai pemimpin yang mencoreng norma kerja sehat, Takaichi tetap menyatakan dukungan untuk perlindungan kesehatan pekerja. Ia berharap dapat menciptakan situasi di mana individu bisa menyeimbangkan tanggung jawab keluarga dan pekerjaan dengan baik.
“Jika kita dapat menciptakan situasi di mana orang bisa menyeimbangkan pengasuhan anak dan tanggung jawab merawat keluarga sesuai keinginan mereka, serta tetap bisa bekerja dan menikmati waktu luang, itu tentu ideal,” tambahnya.
Reporter: CHAHAYA SIMANJUNTAK