
Headline24jam.com – Pendiri Pondok Pesantren Nurul Ummahat, Yogyakarta, Abdul Muhaimin, mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan investigasi kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. Muhaimin menekankan pentingnya transparansi dalam kasus ini guna melindungi kepentingan publik.
Desakan untuk Investigasi Mendalam
Muhaimin meminta KPK tidak ragu melakukan penggeledahan di lokasi-lokasi yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. "Agar masalah ini terlihat jelas hingga akar-akarnya," ujarnya pada Kamis (21/8).
Ia menegaskan bahwa penegakan hukum harus berlaku tanpa kecuali. Semua pihak yang terlibat harus mempertanggungjawabkan perannya, mengingat "korupsi pasti melewati berbagai alur, dan tidak mungkin hanya menguntungkan satu atau dua orang saja."
Potensi Kerugian yang Besar
Ia juga mengungkapkan estimasi kerugian yang ditimbulkan dari praktik korupsi ini mencapai minimal Rp 1 triliun. "Uang tersebut pastinya akan mengalir kemana-mana," tambah Muhaimin.
Muhaimin menekankan urgensi penetapan tersangka untuk mencegah manipulasi barang bukti yang mungkin terjadi. "Kelemahan dalam penetapan tersangka dapat mengakibatkan pihak-pihak terkait saling melindungi," katanya.
Tantangan dalam Pemberantasan Korupsi
Menurut Muhaimin, tantangan pemberantasan korupsi di Indonesia sangat besar. "Banyak pelaku yang cerdas dan memiliki pengaruh, sehingga perlu strategi yang matang untuk menanganinya," tuturnya.
Pengungkapan Kasus Korupsi oleh KPK
Sebelumnya, KPK telah mengungkap dugaan praktik korupsi terkait pengelolaan kuota haji tambahan pada masa Presiden Joko Widodo. Dugaan tersebut berdampak langsung kepada 8.400 jamaah haji reguler, mengakibatkan penundaan dalam kepesertaan mereka.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa kerugian ini tidak hanya finansial, tetapi juga berpengaruh pada ketidakpastian para jamaah. Dari pertemuan Presiden dengan pemerintah Arab Saudi, terdapat 20 ribu kuota tambahan yang seharusnya diperuntukkan dengan proporsi yang benar.
Kuota Haji yang Tidak Sesuai
Budi menjelaskan, seharusnya kuota reguler mencapai minimal 18.400 atau 92 persen, tetapi hanya menjadi 10.000. Sementara itu, kuota khusus melonjak menjadi 10.000, meski hanya seharusnya 8 persen.
Dengan rangkaian dugaan korupsi yang terungkap, KPK diharapkan untuk segera mengambil tindakan yang tegas agar keadilan dapat ditegakkan bagi umat yang terganggu hak-haknya.
(Sumber: JP Group)