Headline24jam.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang menyelidiki perusakan segel di rumah dinas Gubernur Riau, Abdul Wahid. Segel yang dihancurkan adalah “KPK Line,” yang dipasang setelah gubernur nonaktif tersebut ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada 3 November 2025.
Proses Penyidikan
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan bahwa penyidik sedang menggali informasi mengenai pelaku dan pihak yang menginstruksikan perusakan. “Kami sedang mendalami siapa eksekutor dan siapa yang meminta atau menyuruh untuk melakukan perusakan,” kata Budi pada 22 November 2025.
Pemeriksaan Saksi
Sebelumnya, tim penyidik telah memeriksa tiga pramusaji yang bekerja di rumah dinas Gubernur Riau pada 17 November 2025. Ketiga saksi, yang bernama AL, MSA, dan ML, diperiksa di kantor BPKP Riau. Budi menambahkan bahwa penyidik berusaha mencari tahu motif di balik perusakan segel tersebut dan menegaskan bahwa tindakan ini bisa menghambat proses penyidikan.
Imbauan KPK
KPK mengharapkan semua pihak, terutama pemerintah provinsi Riau, untuk bersikap kooperatif dalam menjalani proses hukum yang sedang berlangsung. Penyidik terus melakukan pemeriksaan terhadap berbagai saksi, baik dari Pemprov Riau maupun pihak lain.
Status Tersangka
Abdul Wahid, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi, diduga meminta jatah sebesar Rp 7 miliar dari anggaran Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau untuk pembangunan infrastruktur. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam konferensi pers pada 5 November 2025.
Pertemuan yang Mencurigakan
Kasus ini bermula ketika Sekretaris Dinas PUPR-PKPP, FY, bertemu dengan enam Kepala UPT pada bulan Mei lalu. Dalam pertemuan yang berlangsung di sebuah kafe di Pekanbaru tersebut, dibahas kesanggupan untuk memberikan fee kepada Abdul Wahid. “Fee tersebut berkaitan dengan penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan untuk UPT Jalan dan Jembatan,” ujar Tanak.
Kenaikan Anggaran
Tanak menambahkan bahwa kenaikan anggaran untuk program tersebut mencapai 147 persen, meningkat dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar. Setelah pertemuan ini, FY kemudian bertemu dengan Kepala Dinas PUPR-PKPP, MAS, untuk menyampaikan pemberian fee. MAS, yang mewakili Abdul Wahid, meminta fee dinaikkan menjadi 5 persen, yang setara dengan Rp 7 miliar.
Dengan penyidikan yang masih berlangsung, publik menunggu hasil dari proses hukum ini dan berharap adanya transparansi serta keadilan.