Headline24jam.com – Pesawat pengebom B-1B Angkatan Udara AS baru-baru ini terbang dekat pantai Venezuela dan pulau-pulau terpencil yang dimiliki negara tersebut. Ini terjadi setelah pengamatan sebelumnya terhadap tiga pesawat pengebom B-52 di wilayah yang sama.
Konfirmasi Militer AS
Militer AS mengonfirmasi bahwa pesawat B-1B tersebut didampingi oleh jet tempur F-35B Joint Strike Fighters dari Korps Marinir. Tindakan ini menunjukkan meningkatnya tekanan pemerintah AS terhadap pemimpin Venezuela, Nicolas Maduro, yang dianggap terlibat dalam perdagangan narkoba.
Aktivitas Udara Militer
Data pelacakan penerbangan menunjukkan dua pesawat B-1 meninggalkan Pangkalan Angkatan Udara Dyess di Texas pada 23 Oktober. Pesawat tanker KC-135 juga terlihat lepas landas dari Pangkalan Angkatan Udara MacDill, Florida. Pesawat B-1, dengan tanda panggilan BARB21 dan BARB22, terpantau berada sekitar 80 kilometer dari pantai Venezuela, dekat Kepulauan Los Testigos.
Penerbangan Lainnya di Karibia
Selain B-1, aktivitas udara lainnya terdeteksi di Karibia. Ini termasuk pesawat tanker KC-135 dan pesawat pengintai RC-135, memperlihatkan adanya intensifikasi operasi militer AS di wilayah tersebut. Pesawat E-11A juga dilaporkan terbang menuju Puerto Riko, yang menunjukkan penggelaran kemampuan militer yang signifikan.
Reaksi dari Pihak Berwenang
The Wall Street Journal melaporkan bahwa serangan B-1B telah dikonfirmasi oleh pejabat anonim. Namun, Presiden AS Donald Trump memberikan jawaban membingungkan saat ditanya mengenai misi tersebut, mengatakan, “Tidak, itu tidak akurat. Itu salah.”
Potensi Tindakan Militer
Tindakan militer yang diambil oleh AS terhadap Venezuela dapat mencakup serangan jarak jauh menggunakan pesawat pengebom B-1 atau lainnya. Meski Angkatan Bersenjata Venezuela memiliki kemampuan pertahanan udara yang terbatas, mereka masih dianggap memiliki ancaman yang kredibel.
Klaim dari Maduro
Baru-baru ini, Maduro mengklaim bahwa militer Venezuela memiliki 5.000 rudal darat-ke-udara portable Igla-S. Meskipun dokumen yang dikaji Reuters mendukung klaim ini, diketahui bahwa mereka hanya memiliki 1.500 unit untuk meluncurkan rudal tersebut.
Dengan intensifikasi aktivitas ini, perhatian dunia tertuju pada potensi eskalasi konflik militer di Venezuela.