Headline24jam.com – Asosiasi Produsen Perhiasan Indonesia (APPI) mengajukan usulan kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait skema pajak perhiasan. Mereka meminta agar pajak dikenakan hanya di tingkat produsen guna mempermudah pengawasan dan memperbaiki ketidakpatuhan pajak.
Usulan Perubahan Skema Pajak
APPI menilai bahwa skema pajak saat ini menyulitkan pengawasan terhadap produsen perhiasan, terutama yang beroperasi secara ilegal. Dalam situasi ini, banyak produsen tidak melakukan pemungutan dan penyetoran pajak pertambahan nilai (PPN) saat menjual produk ke toko emas.
Kendala yang Dihadapi Produsen
Dalam pertemuan di Kantor Kementerian Keuangan pada 23 Oktober, Purbaya menjelaskan bahwa pengusaha perhiasan melaporkan adanya kendala kepatuhan pajak. Banyak dari mereka beroperasi tanpa memenuhi administrasi pajak yang seharusnya.
“Mereka minta kita menyesuaikan kebijakan yang berhubungan dengan produsen perhiasan yang dianggap ilegal,” ujarnya.
Praktik Tidak Patuh Pajak
APPI mengungkapkan bahwa beberapa produsen tidak menyertakan dokumen penting, seperti surat keterangan pembelian, yang mengakibatkan sulitnya pemantauan terhadap aktivitas penjualan mereka di toko emas. Hal ini berkontribusi pada rendahnya kepatuhan pajak di sektor perhiasan.
Pajak Emas Perhiasan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2023, total beban pajak untuk emas perhiasan mencapai sekitar 3 persen, dengan rincian 1,1 persen dikenakan di tingkat produsen dan 1,6 persen di tingkat konsumen akhir.
Rencana Penyesuaian Pajak
APPI mengusulkan agar seluruh beban pajak 3 persen dikenakan secara langsung kepada produsen. “Jadi usul mereka adalah semuanya dikerahkan 3 persen di produsen. Jadi yang konsumen tidak bayar lagi, di pabrik-pabriknya saja,” jelas Purbaya.
Potensi Penerimaan Negara
Purbaya juga mencatat bahwa diperkirakan sekitar 90 persen produsen saat ini tidak mematuhi mekanisme pajak. Ini mengakibatkan potensi penerimaan negara dari sektor perhiasan belum optimal.
Ia berjanji akan mempertimbangkan usulan tersebut, terutama dalam hal potensi peningkatan penerimaan negara dan efektivitas pengawasan. “Minta treatment bagaimana caranya supaya bayar PPN-nya tidak hanya di konsumen, tetapi langsung di perusahaan-perusahaan itu,” tutupnya.