
Headline24jam.com – Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menunda penerapan pungutan pajak bagi perdagangan elektronik (e-commerce) melalui platform marketplace. Keputusan ini diambil sampai pertumbuhan ekonomi mencapai 6 persen.
Penjelasan Mengenai Penundaan Pajak E-Commerce
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menegaskan bahwa kebijakan ini mengikuti arahan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Menurut Bimo, penundaan dilakukan untuk mendukung pemulihan ekonomi yang lebih stabil.
Mekanisme Pajak di Indonesia
Bimo menjelaskan bahwa sistem pajak di Indonesia berbasis pelaporan mandiri. Setiap individu dengan penghasilan di atas ambang batas tertentu wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) secara akurat.
“Setiap orang yang memiliki kemampuan ekonomi tertentu, seperti UMKM dengan pendapatan di atas 500 juta per tahun, harus melaporkan SPT sesuai aktivitas ekonomi mereka yang dikenakan pajak,” tuturnya dalam Media Briefing di Jakarta.
Fokus Pemerintah dalam Pajak E-Commerce
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 sebelumnya menekankan penunjukan platform marketplace untuk memungut pajak dari merchant. Namun, pelaksanaannya kini ditangguhkan.
“Penundaan ini sangat penting untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi hingga pertumbuhan mencapai 6%,” tambah Bimo.
Arahan dan Pertimbangan Ekonomi
Bimo menjelaskan bahwa arahan awal sudah disampaikan sejak Februari. Namun, keputusan akhir diambil setelah mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini.
“Arahan terakhir dari Menteri Keuangan adalah untuk menunggu hingga pertumbuhan ekonomi mencapai angka 6%,” ujarnya.
Peluncuran Aturan Pajak E-Commerce
Sebelumnya, pada Hari Pajak, Kementerian Keuangan resmi meluncurkan aturan tentang pengumpulan pajak bagi pedagang e-commerce, termasuk platform seperti Shopee dan Tokopedia. Aturan ini diatur dalam PMK Nomor 37 Tahun 2025 mengenai pemungutan pajak penghasilan.
Pemerintah terus memantau kondisi ekonomi untuk memastikan kebijakan yang diambil mendukung pertumbuhan dan pemulihan yang berkelanjutan.