Headline24jam.com – Rencana pemerintah Indonesia untuk mempercepat penerapan biodiesel B50 memicu perdebatan di pasar minyak nabati global. Rencana ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian energi, namun juga berpotensi menekan stabilitas pasar sawit dan menimbulkan risiko fiskal yang signifikan.
Percepatan Penerapan B50
Dalam wawancara di IPOC 2025 di Bali, Managing Director Glenauk Economics, Julian Conway McGill, menyoroti bahwa transisi dari B30 ke B50 menciptakan ekspektasi berlebihan di pasar. Ini menyebabkan harga minyak sawit mentah (CPO) tetap tinggi. “Program biodiesel Indonesia terlalu berhasil,” ungkapnya.
Risiko Harga dan Permintaan
McGill menjelaskan bahwa pasar berspekulasi tentang meningkatnya permintaan, yang mendorong harga sawit naik sebelum mandatori diterapkan sepenuhnya. “Namun, harga solar global justru rendah,” kata McGill, menambah kesulitan bagi produsen biodiesel.
Komponen Biaya Biodiesel
Spread harga CPO dan solar menjadi komponen utama biaya biodiesel. Pembiayaan untuk B40 sudah dianggap menantang, apalagi untuk B50. McGill memperingatkan bahwa kenaikan pungutan tidak terhindarkan, yang justru bisa mengurangi daya saing ekspor dan insentif investasi.
Produktivitas dan Tantangan Investasi
McGill juga mencatat bahwa produktivitas sawit Indonesia tidak menunjukkan peningkatan struktural. Tingginya pungutan ekspor dan masalah legalitas lahan menghambat investasi baru. “Tidak ada sektor pertanian yang bisa sukses jika terus ditekan pajak,” tegasnya.
Dampak pada Pasar Global
Dampak dari kenaikan harga sawit dirasakan di pasar utama seperti India dan Pakistan, yang sensitif terhadap perubahan harga. Di pihak lain, negara-negara ini beralih ke minyak nabati lain untuk menghindari lonjakan harga. Selain itu, sawit kalah bersaing di pasar Tiongkok dan Eropa.
Persiapan Industri Biodiesel
Kesiapan kapasitas produksi biodiesel dalam negeri juga belum optimal. McGill menyebutkan, sebelum B50 sepenuhnya dijalankan, diperlukan investasi besar untuk meningkatkan kapasitas.
Pendekatan Fleksibel yang Diajukan
Walaupun demikian, McGill mengakui keberhasilan teknis Indonesia dalam mencapai campuran tinggi. Ia mengusulkan menerapkan skema mandatory fleksibel, serupa kebijakan gula-etanol di Brasil. Dengan penyesuaian volume biodiesel sesuai fluktuasi harga CPO dan solar, Indonesia bisa mendapatkan manfaat lebih besar dengan biaya yang sama.
Kesimpulan dan Peringatan
Menurut McGill, kecepatan penerapan B50 bukanlah satu-satunya indikator keberhasilan. “Keamanan energi lebih baik dicapai dengan momentum yang tepat, bukan dengan tergesa-gesa,” ujarnya. Ia menekankan bahwa keberhasilan program biodiesel bergantung pada keseimbangan antara kebutuhan energi, fiskal, industri, dan pasar global.