
Headline24jam.com – Pengadilan Niaga Surabaya baru saja menolak permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos. Putusan yang diambil pada 12 Agustus 2025 melalui sistem e-court ini mencakup nomor perkara 32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Sby.
Alasan Penolakan PKPU
Majelis hakim yang dipimpin oleh Ega Shaktiana menegaskan bahwa alasan yang diajukan oleh Dahlan Iskan tidak memenuhi syarat di bawah Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Dalam putusannya, pengadilan tidak hanya menolak permohonan PKPU, tetapi juga menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 3,38 juta.
Tuduhan Utang yang Tidak Terbukti
Dahlan Iskan menuduh adanya utang dividen PT Jawa Pos kepada dirinya sebesar Rp 54,5 miliar yang berasal dari periode 2003 hingga 2016, serta utang kepada kreditor lain. Namun, hakim menilai tuduhan ini tidak terbukti, dan menyatakan bahwa PT Jawa Pos tidak memiliki kewajiban utang kepada entitas mana pun, termasuk bank.
“Terminal PKPU (PT Jawa Pos) tidak memiliki utang atau fasilitas kredit kepada PT Bank Permata Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, maupun perusahaan lain,” ungkap majelis hakim.
Dividen dan Bukti Keuangan
Lebih lanjut, majelis hakim menampik klaim mengenai utang dividen kepada Dahlan Iskan. Mereka menyatakan bahwa seluruh dividen, termasuk bunganya, telah dibayarkan melalui RUPS yang sah.
Dahlan Iskan mengajukan bukti laporan keuangan PT Jawa Pos, tetapi bukti tersebut disampaikan dengan prosedur yang tidak benar. Majelis hakim menemukan adanya dugaan pelanggaran etika profesi advokat berkaitan dengan pengajuan bukti yang seharusnya bersifat rahasia.
Respons PT Jawa Pos
E.L. Sajogo, pengacara PT Jawa Pos, menyayangkan langkah hukum yang diambil oleh Dahlan Iskan. Dia menyatakan bahwa langkah tersebut tidak bersifat mediatif dan lebih merugikan perusahaan.
“Dalil-dalil yang diajukan Dahlan Iskan terbukti keliru dan menyesatkan, berpotensi mencemarkan citra baik PT Jawa Pos,” jelas Sajogo.
Sajogo juga mencatat bahwa PT Jawa Pos menghargai kontribusi semua pihak yang terlibat, termasuk Dahlan Iskan. Namun, perusahaan tidak bisa mentolerir tindakan yang berpotensi merugikan.
“Langkah hukum lebih lanjut akan kami pertimbangkan,” tutupnya dalam keterangannya pada 21 Agustus.