Headline24jam.com – Pemasangan Keramba Jaring Apung (KJA) di Pantai Timur Pangandaran, Jawa Barat, terus menghadapi penolakan dari para pelaku usaha wisata setempat. Mereka secara tegas membantah klaim bahwa masyarakat telah menyetujui eksistensi KJA tersebut.
Penolakan terhadap KJA
Agus Gendon, perwakilan pelaku usaha wisata, menegaskan bahwa meskipun ada kesepakatan antara pihak KJA dan komunitas lainnya, ia dan rekan-rekannya tetap menolak. "Kami semua dengan tegas menolak kesepakatan itu, karena kami tidak diberi tahu. Bahkan, kami tidak diundang untuk berdiskusi," ujarnya pada Jumat (22/8/2025).
Ia mendesak agar KJA yang ada segera dipindahkan ke lokasi yang tidak mengganggu aktivitas warga lokal dan zona konservasi wisata. Agus juga meminta pihak berwenang di Pangandaran untuk segera menentukan lokasi pemindahan KJA tersebut.
Dampak KJA terhadap Aktivitas Wisata
Agus memperingatkan bahwa keberadaan KJA akan mengganggu berbagai aktivitas di wilayah tersebut, termasuk olahraga air dan kegiatan para nelayan. "Jika tidak ada langkah nyata untuk memindahkan KJA, kami akan melanjutkan penolakan ini dengan lebih keras," tegasnya.
Meskipun telah ada rencana pemasangan KJA seluas 2.000 meter persegi, mereka tetap menolak. Menurut Agus, izin untuk luas tersebut tidak akan menyelesaikan masalah, "Kami khawatir nantinya akan ada perizinan baru yang dikeluarkan," tegasnya.
Alasan Penolakan KJA
Pelaku usaha wisata lainnya, Pupung, menambahkan bahwa mereka secara umum mendukung investasi di Pangandaran, tetapi harus ada pemahaman yang jelas tentang zona konservasi dan zona pariwisata.
Dia menekankan bahwa Pantai Timur Pangandaran merupakan tempat yang penting untuk menikmati keindahan alam dan pemandangan matahari terbit. "Kami berharap área ini dapat disterilkan dari keberadaan keramba (KJA)," ucapnya.
Pupung juga menandaskan, sesuai dengan undang-undang, zona konservasi dan pariwisata tidak seharusnya digunakan untuk kepentingan pribadi. "Jangan sampai yang ingin melihat sunrise terhalang oleh KJA," pungkasnya.
(Jujang/R5/HR-Online/Editor: Adi Karyanto)