
Headline24jam.com – Calvin Harris baru-baru ini mengajukan tuntutan hukum terhadap mantan penasihat keuangannya, Thomas St. John, terkait dugaan pencurian dana sebesar US$22,5 juta (Rp371 miliar) yang diduga digunakan untuk proyek real estate mewah.
Tuduhan Pencurian Dana
DJ asal Skotlandia ini menyatakan bahwa uang tersebut dialokasikan oleh St. John untuk mendanai proyek bernama CMNTY Culture Campus. Proyek ini direncanakan akan dibangun di kawasan Hollywood, menyediakan fasilitas untuk musisi dan pekerja kreatif lainnya.
Pengajuan Tuntutan Arbitrase
Harris telah mengajukan tuntutan arbitrase di Pengadilan Tinggi California pada Jumat (12/9). Dalam dokumen yang diterima, ia menuduh St. John berkolaborasi dengan pihak lain untuk memanfaatkan dana miliknya secara sistematis.
Rincian Proyek yang Dipertanyakan
Proyek CMNTY Culture Campus, yang meliputi studio rekaman dan ruang kantor, memiliki luas sekitar 460 ribu kaki persegi. St. John mulai mencari dana investasi pada awal 2021 dan berusaha menghubungi Harris pada tahun 2023. Namun, Harris mengklaim bahwa informasi mengenai proyek dan investasi tidak pernah disampaikan dengan jelas.
Klausul Kesepakatan yang Menyesatkan
Dalam tuntutannya, Harris menegaskan bahwa St. John tidak memberikan penjelasan yang memadai dan hanya mengirimkan formulir DocuSign yang tidak jujur untuk ditandatangani. Ketika dana tersebut cair, St. John diduga mengarahkan sebagian dari dana ke perusahaannya sendiri, Dun & Dun LLC.
Pernyataan Pengacara Harris
“Sampai saat ini, kami tidak tahu ke mana uang tersebut mengalir. Ini bisa jadi proyek yang sia-sia, atau, paling buruk, penipuan total,” ungkap pengacara Harris dalam pernyataannya.
Perubahan Proyek yang Tidak Diberitahukan
Dalam dokumen selanjutnya, terungkap bahwa proyek yang seharusnya dibangun malah berubah menjadi pembangunan perumahan residensial tanpa komunikasi lebih lanjut dengan Harris.
Tanggapan Pihak St. John
Melalui pengacaranya, Sasha Frid, St. John menyatakan bahwa Harris juga aktif mengejar peluang investasi dalam proyek tersebut. "Karena ketidakpuasan dengan perkembangan proyek, Harris memilih jalur arbitrase untuk menyatakan ketidakpuasannya," kata Frid.
Dia menambahkan bahwa faktor seperti suku bunga dan dinamika pasar membuat pembangunan proyek real estate menjadi lebih lambat, namun proyek tersebut diharapkan dapat mencapai nilai lebih dari US$900 juta (Rp14,8 triliun) setelah selesai.
Dengan berkembangnya isu ini, banyak yang menantikan langkah hukum selanjutnya dari dua pihak yang terlibat.