
Headline24jam.com – Generasi Z kembali memunculkan fenomena unik dalam dunia kerja dengan istilah baru yang sedang hangat diperbincangkan: quiet covering. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah ini? Berdasarkan laporan dari Forbes, quiet covering menggambarkan praktik di mana karyawan secara diam-diam menyembunyikan aspek pribadi mereka agar terhindar dari penilaian dan stereotip di tempat kerja.
Sudah bukan rahasia lagi, banyak Gen Z yang melakukannya untuk mendapatkan penerimaan dan meningkatkan peluang promosi. Dalam survei yang dilakukan Attensi terhadap 2.000 karyawan dari berbagai industri, hasilnya menunjukkan bahwa quiet covering menjadi salah satu krisis tersembunyi yang tengah melanda lingkungan kerja.
Apa Itu Quiet Covering?
Survei itu mengungkapkan, sekitar 58 persen responden mengaku melakukan skill masking, yaitu menyembunyikan kekurangan atau kekurangan kompetensi agar tidak dinilai buruk. Sampai-sampai, hampir setengah dari mereka berpura-pura memahami segala sesuatu dalam tugas mereka. Situasi ini membuat 40 persen karyawan enggan untuk meminta bantuan meskipun merasa tidak yakin.
Fenomena ini, menurut Profesor Kenji Yoshino, merupakan upaya untuk menutupi atribut pribadi demi menghindari stereotip, penilaian, serta diskriminasi. “Mereka melakukan ini untuk diterima, terhindar dari pemutusan hubungan kerja, dan mengejar promosi,” ujarnya.
Dampak Negatif Quiet Covering
Walaupun terdengar menguntungkan, tindakan quiet covering ini ternyata memiliki efek samping yang tidak baik. Jika karyawan melakukan ini terlalu sering, dapat menyebabkan stres, kelelahan, dan perasaan terputus dari rekan-rekan kerja. Di akhirnya, hal ini merusak kesejahteraan individu dan berdampak negatif pada kinerja perusahaan.
Dalam suasana penuh tekanan, penting bagi karyawan untuk dapat menjadi diri sendiri di tempat kerja. Menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung dapat mengurangi kebutuhan untuk menyembunyikan diri. Tentunya, kita berharap agar setiap individu bisa tampil autentik dan merasa nyaman dengan siapa mereka di tempat kerja.
Dengan memahami fenomena ini, diharapkan perusahaan dapat mengadaptasi kebijakan yang lebih inklusif. Bagaimanapun, sebuah perusahaan yang sehat adalah yang mampu menerima keanekaragaman dan keunikan dari tiap individu.
(yoa/and)