
Headline24jam.com – Djibril Cissé, mantan striker internasional Prancis, mengenang masa singkat namun berkesan bersama Queens Park Rangers (QPR) yang berlangsung pada tahun 2012. Ia bergabung dengan klub yang berbasis di London itu pada bulan Januari dengan latar belakang pengalaman yang kaya, termasuk waktu yang dihabiskan bersama Liverpool dan Sunderland. Kedatangan Cissé, yang saat itu bergabung dari klub Italia Lazio, menjadi harapan baru bagi QPR yang sedang berjuang melawan ancaman degradasi di Premier League.
Performa Menjana Harapan
Cissé tiba di Loftus Road dengan biaya transfer sekitar £4 juta, diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam mencetak gol. Saat itu, QPR berada dalam posisi sulit di klasemen. Meskipun hanya tampil dalam delapan pertandingan liga, Cissé sukses mengemas enam gol, menciptakan rekor yang mengesankan dalam waktu singkat. Namun, masa-masa tersebut juga tidak lepas dari kontroversi, di mana ia menerima dua kartu merah dalam interval waktu yang singkat.
Dalam wawancaranya dengan Football League World, Cissé menuturkan bahwa salah satu kartu merahnya terjadi saat melawan Wolverhampton setelah ia bereaksi emosional terhadap tackle dari Roger Johnson. “Saya mengerti kartu merah yang pertama. Itu adalah reaksi dari seseorang yang baru saja mengalami dua patah tulang,” tuturnya. Ia juga mengakui bahwa kartu merah kedua di pertandingan melawan Sunderland adalah kesalahannya dan ia seharusnya lebih berhati-hati.
Kenangan Menyakitkan di Liga Utama Inggris
Satu momen tak terlupakan yang diingat Cissé adalah pertandingan dramatis pada akhir musim 2011-2012 saat QPR bertemu Manchester City di Etihad Stadium. Dalam pertandingan tersebut, City membutuhkan kemenangan untuk meraih gelar Premier League, sementara QPR berjuang untuk menghindari degradasi. Setelah sempat tertinggal, Cissé berhasil menyamakan kedudukan sebelum akhirnya harus meninggalkan lapangan pada menit ke-55. Pertandingan tersebut berakhir dengan kepastian City menjadi juara, meskipun QPR tetap aman dari jurang degradasi setelah hasil imbang Bolton melawan Stoke.
Momen perayaan Cissé setelah pertandingan bersama Samir Nasri, pemain City, menimbulkan kemarahan di kalangan penggemar Manchester United yang merasa bahwa QPR “melempar” pertandingan. Namun, Cissé menanggapi tuduhan tersebut dengan santai, menjelaskan bahwa ia merayakan keberhasilan teman dekatnya dan bukan karena kepentingan rivalitas klub.
Petualangan Lain di Loftus Road
Setelah musim pertamanya yang fenomenal, konflik mulai muncul di ruang ganti QPR. Cissé tetap menjadi bagian dari tim di awal musim 2012-2013, tetapi setelah pemecatan pelatih Mark Hughes, ia menghadapi kesulitan dalam mendapatkan tempat di bawah asuhan Harry Redknapp. Meskipun mencetak beberapa gol, Cissé akhirnya dipinjamkan ke klub Qatar, Al-Gharafa, dan kontraknya dengan QPR berakhir setelah klub terdegradasi ke Championship.
Dalam refleksinya, Cissé menyatakan sedikit penyesalan tentang bagaimana kariernya di QPR berakhir. “Saya pikir saya bisa melakukan lebih baik, tetapi saya juga melakukan banyak hal yang hebat untuk klub,” ujarnya. Ia merasa dihargai di London dan berharap dapat melanjutkan kontribusinya di klub tersebut.
Mengagumi Rekan Setim
Selain kenangan tentang dirinya, Cissé juga mengungkapkan kasih sayangnya terhadap mantan rekan setimnya, Adel Taarabt. Taarabt dikenal karena teknik dan dribelnya yang mengesankan. Cissé mengakui bahwa secara teknis, Taarabt adalah salah satu yang terbaik yang pernah ia temui. “Dia bukan hanya pemain yang menunjukkan keterampilan untuk pamer. Setiap yang dia lakukan bertujuan untuk maju dan mencetak gol,” katanya.
Masa Depan QPR dan Perspektif Cissé
Kini, QPR berada di bawah kepemimpinan Julien Stéphan, pelatih asal Prancis. Cissé tidak terkejut dengan kehadiran Stéphan, menggarisbawahi bahwa banyak pelatih Prancis yang tertarik dengan tantangan di Liga Inggris. “QPR adalah klub yang bersejarah. Saya percaya kita akan melihat lebih banyak pelatih Prancis datang ke Inggris,” tandasnya.
Dengan beberapa rekrutan baru, QPR berharap dapat kembali ke jalur promosi dan bersaing di tingkat atas sepak bola Inggris lagi. Cissé yakin bahwa klub memiliki potensi untuk kembali ke Premier League. “QPR adalah klub Premier League, tapi butuh waktu untuk kembali. Namun saya percaya klub akan mencapai kembali ke tempatnya,” tutupnya.
Kisah Djibril Cissé di QPR tidak hanya menyangkut angka gol, tetapi juga momen-momen emosional dan hubungan antar pemain yang terus dikenang. Ia memberikan perspektif berharga tentang tantangan dan kegembiraan yang menyertai dunia sepak bola profesional, terutama di level tertinggi kompetisi.
Headline SEO (H1)
Djibril Cissé Kenang Momen Berkesan di QPR dan Harapan untuk Masa Depan
Meta description
Djibril Cissé mengenang kenangan berkesan bersama QPR, menjelang harapan mereka kembali ke Premier League.