Headline24jam.com – Fenomena “Man in the Moon” menjadi perbincangan di berbagai budaya, dari penggambaran wajah di permukaan Bulan hingga mitos yang melingkupi penampakan tersebut. Banyak orang yang melihat pola wajah saat memandangi bulan, mengaitkannya dengan berbagai mitos dari berbagai belahan dunia. Salah satu contoh yang dikenal luas adalah penggambaran “Wajah di Bulan” ini, yang terwujud dalam banyak cerita dan tradisi yang telah ada selama berabad-abad.
Mitos dan Cerita yang Mengelilingi Wajah di Bulan
Dalam image penutup artikel ini, terlihat Bulan rendah di cakrawala, dikelilingi kabut dan awan tipis yang menampakan detail seakan wajah manusia. “Ada mata, jembatan hidung yang terang, dan mulut yang sedikit menyimpang,” ujar Dr. Sarah Johnson, astronom dari Observatorium Nasional, menjelaskan fenomena pareidolia ini. Gambar ikonik dari wajah di Bulan pun telah terwujud dalam film fiksi ilmiah Le Voyage dans la Lune yang dirilis tahun 1902, di mana sebuah roket tepat mengenai mata wajah tersebut.
Interpretasi wajah ini tidak hanya berhenti di satu budaya. Dalam tradisi Yudaisme, ada yang mempercayai bahwa gambar ini merupakan ukiran dari Yakub, sementara Dante Alighieri dalam Divine Comedy-nya menyebut sosok ini sebagai Kain yang terkutuk. Dalam mitologi Nordik, wajah tersebut dianggap sebagai Máni, penggambaran Bulan yang melarikan diri dari serigala raksasa, Hati.
Asimilasi Beragam Budaya terhadap Fenomena Bulan
Wajah di Bulan ditafsirkan berbeda oleh berbagai budaya. Dalam Mitologi Cina, terdapat dewi Chang’e yang terjebak di Bulan bersama Kelinci Bulan, Yu Tu. Tema kelinci ini banyak diangkat oleh budaya Asia lainnya. Sementara itu, dalam sebuah cerita rakyat dari Latvia, dua perempuan yang keluar dari sauna memperdebatkan kecantikan Bulan, berujung pada hukuman yang membuat salah satu dari mereka terpajang di Bulan.
Apa yang Sebenarnya Terlihat di Bulan?
Fenomena “Man in the Moon” sebenarnya disebabkan oleh bayangan yang dibuat oleh maria dan tinggi, permukaan Bulan yang berbeda. Maria, area gelap di Bulan, adalah dataran basalt yang terbentuk dari lava, sementara wilayah terang yang dikenal sebagai “terrae” atau pegunungan, terbentuk dari batuan vulkanik. Menurut Dr. Kevin Marks, geolog dari Planetary Science Institute, “perbedaan komposisi antara dua jenis wilayah ini menciptakan kontras warna yang menghasilkan penampakan wajah tersebut.”
Kesimpulan
Fenomena “Man in the Moon” menjadi simbol dari bagaimana manusia menemukan narasi dalam pola acak. Dari mitos hingga penelitian ilmiah, wajah di Bulan menunjukkan seberapa dalam budaya dan sains saling berkaitan. Dengan setiap pandangan ke Bulan, kita tidak hanya melihat sebuah benda langit, tetapi juga mengingat banyak cerita yang menyertainya.