
Headline24jam.com – Penelitian terbaru oleh ilmuwan dari Universitas Colorado Boulder berhasil “membangunkan” kehidupan mikroba yang telah terpendam dalam permafrost Alaska selama hingga 40.000 tahun. Studi ini berlangsung di Permafrost Tunnel Research Facility pada 12 September 2023, dengan tujuan mengeksplorasi dampak perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati di daerah yang terpengaruh.
Penemuan Menarik di dalam Permafrost
Di dalam terowongan sepanjang 106 meter yang menghubungkan ke tanah beku di tengah Alaska, tim peneliti menemukan peninggalan purba, seperti sisa-sisa bison dan mammoth, saat mereka menjelajahi ruang dingin tersebut. “Begitu masuk, bau yang sangat kuat menyergap, mirip aroma basement lembap yang sudah terlalu lama ditinggalkan,” kata Tristan Caro, peneliti utama dan mahasiswa pascasarjana di bidang ilmu geologi di CU Boulder.
Proses Penelitian yang Menarik
Tim peneliti mengumpulkan sampel permafrost yang mengandung mikroba yang terjaga dalam keadaan tidur. Selanjutnya, mereka membawa sampel tersebut ke laboratorium dan secara bertahap menghangatkannya hingga suhu berkisar antara 4 hingga 12°C (39 hingga 53°F). “Kami ingin meniru kondisi yang terjadi selama musim panas di Alaska, di mana suhu ini bisa mencapai lapisan permafrost yang lebih dalam,” jelas Caro.
Untuk memantau aktivitas mikroba, peneliti memberikan air yang diperkaya dengan atom hidrogen berat, yang dikenal sebagai deuterium. Ini membantu mereka melihat apakah mikroba tersebut menyerap air dan mengintegrasikan hidrogen ke dalam membran sel mereka.
Pertumbuhan Mikrobiota yang Lambat Namun Pasti
Pada bulan-bulan awal, pertumbuhan koloni mikroba berlangsung sangat lambat. Beberapa koloni hanya berfungsi dengan mengganti sekitar satu dari setiap 100.000 sel per hari. Meski demikian, pada bulan keenam, proses tersebut berubah signifikan. Beberapa koloni mulai membentuk biofilm berlendir yang terlihat jelas tanpa mikroskop—tanda bahwa mikroba tersebut benar-benar hidup.
Implikasi Penelitian Terhadap Perubahan Iklim
Menurut para peneliti, meski tidak ada risiko infeksi dari mikroba ini, temuan mereka menyoroti potensi bahaya yang lebih luas. Aktivitas mikroba kuno yang terkurung dalam permafrost bisa terbangun setelah periode kehangatan yang ekstrem. “Panjang musim panas yang semakin memanjang membuat suhu hangat ini berpotensi lebih sering terjadi,” kata Caro.
Alaska bukan satu-satunya daerah dengan permafrost yang melimpah. Terutama di belahan utara, permafrost juga ditemukan di Kanada, Greenland, dan Siberia. Dengan perubahan iklim, lebih banyak wilayah beku ini mungkin segera mulai “membangun kembali” kehidupan yang telah lama terpendam.
Kesimpulan
“Masih banyak permafrost di dunia—baik di Alaska maupun Siberia dan kawasan dingin lainnya,” ungkap Caro. Penelitian ini, yang dipublikasikan dalam Journal of Geophysical Research Biogeosciences, menyajikan gambaran awal tentang kompleksitas dan ketahanan mikroba dalam menghadapi perubahan iklim, yang terus berkembang.